Masih belum reda masalah pengclaiman kebudayaan kita oleh Negara tetangga sekaligus sahabat kita, beredar kembali sebuah situs yang mencoreng lagu kebangsaan kita INDONESIA RAYA.
Dalam situs tersebut telah dilakukan penggubahan lirik yang di mana sangat rentan akan terjadinya perpecahan terhadap rasa kesatuan dalam bangsa yang besar ini.
Dan saya yakin hal tersebut bukan dilakukan oleh pemerintah Malaysia, namun lebih ke individual. Bagaimana tidak, setelah berturut-turut Malaysia mencoba mengclaim kebudayaan kita, (dan memang sampai saat ini pun masih terus diselidiki apa motivasi mereka melakukan hal teresebut) dan hal tersebut belum juga terselesaikan sampai detik ini, sudah ada sesuatu yang berusaha untuk memprovokasi kesatuan kita lagi, melalui pengubahan lirik lagu kebangsaan kita.
Apabila dalam setiap masalah yang ada yang khususnya bersifat memecah belah kita, dan setiap kali kita menghadapinya dengan emosi, bahkan penuh dengan emosi, maka saya yakin tidak akan terselesaikan masalah tersebut, bahkan yang ada adalah perpecahan di antara kita, dan saya yakin orang yang memprovokasi tersebut akan tertawa dan bangga akan perbuatannya.
Kita belum tahu dan mungkin tidak akan pernah tahu siapa pelaku di balik itu semua. Namun yang pasti apapun motivasi di baliknya bisa merupakan satu cara untuk mengacaukan politik kita. Ingat, bukan hanya bermaksud untuk menclaim kebudayaan kita, yang ada mereka berniat untuk menghancurkan politik kita, di saat seperti ini, di mana yang sudah 5 tahun ini kita merasa aman dari serangan teror (Bom Bali I, Bom Bali II, Bom JW Marriott I, Bom Keduataan Australia, dll),sampai yang masih belum hilang dari ingatan kita saat ini tentang kembalinya teror bom yang telah terjadi di JW Marriott & Ritz-Carlton pada tanggal 17 July 2009, muncul kembali hal-hal seperti ini.
Saya yakin orang-orang yang melakukan hal ini telah mengetahui psikologis masyarakat Indonesia yang sangat mudah untuk di pengaruhi untuk melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan (khususnya setelah terjadi nya reformasi 1998), mereka tahu kita negara yang sangat besar, salah satu negara kepulauan terbesar bahkan di dunia, kita mempunyai kebudayaan yang melimpah dari Sabang sampai Merauke, mempunyai 5 agama yang sangat akur dalam masyarakatnya, namun mereka tetap lah provakator, yach provakator yang berusaha memecah belah kesatuan kita melalui berbagai cara. Jangan mudah terpengaruh wahai Bangsaku yang tercinta, kita Bangsa Indonesia yang telah di kenal oleh bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang ramah tamah, mari kita jaga dengan baik predikat kita tersebut, jangan hanya dengan adanya satu dan berbagai masalah, kita jadi bangsa yang anarkis sehingga tidak menutup kemungkinan perpecahan di antara kita terjadi. Apakah mau kita yang berpredikat bangsa yang ramah kemudian menjadi bangsa anarkis? Bersatulah Indonesia ku, mari kita dengan kepala dingin untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada.
Solo traveler who loves sharing her experiences. The video also available on YouTube channel Fun Fearless Traveler.
Sabtu, 29 Agustus 2009
Jumat, 21 Agustus 2009
Malaysia Berulah Lagi
Lagi Malaysia coba mengclaim kebudayaan Indonesia, setelah angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, Tari Folaya, lagu Rasa Sayange, Keris, dan sekarang mereka mengclaim Tari Pendet berasal dari negeri jiran ini.
Tak bosan-bosannya Negara tetangga ini yang mengaku satu rumpun namun sering menyakiti hati rakyat Bangsa Indonesia, coba dengan sengaja selalu memasuki perbatasan perairan Ambalat, dll.
Kembali mengenai Tari Pendet, berikut adalah asal usulnya:
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura BALI. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung yang sakral-religius.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Sebuah gerakan netter di Indonesia yang menggunakan jejaring social microblogging atau yang biasa dikenal dengan Twitter ini berusaha memagari Tari Pendet ini dari pengclaiman Malaysia dengan cara menuliskan hastag atau #pendetindonesia, Pendet Dance dan Bali dalam setiap Tweets mereka, yang berhasil masuk di 10 besar tranding topic. Hal tersebut menunjukkan betapa serius nya masalah ini.
Menurut Budayawan, Radhar Panca Dahana "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
Kita patut mempertimbangkan pernyataan Budayawan Radhar di atas, kalau kita ingat kembali, berapa banyak dari generasi penerus yang mengetahui tentang budaya orang tuanya. Mengetahui saja belum tentu, apalagi sampai serius untuk mendalami pengetahuan tentang itu.
Maka sekali lagi diperlukan campur tangan pemerintah khususnya Department Kebudayaan dan Pariwisata RI untuk sekali lagi serius dalam menanganinya. Bagaimana usaha pemerintah untuk mensosialisasikan kembali budaya-budaya asli leluhur kita, dan sekaligus mendaftarkan semua kebudayaan kita ke United Nation Educational and Social Cultural Organization (Unesco). Setelah di daftarkan ke Department Hukum dan HAM maka kebudayaan kita akan mendapatkan pengakuan Hak Kekayaan atas Intelektual (HAKI).
Tak bosan-bosannya Negara tetangga ini yang mengaku satu rumpun namun sering menyakiti hati rakyat Bangsa Indonesia, coba dengan sengaja selalu memasuki perbatasan perairan Ambalat, dll.
Kembali mengenai Tari Pendet, berikut adalah asal usulnya:
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura BALI. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung yang sakral-religius.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Sebuah gerakan netter di Indonesia yang menggunakan jejaring social microblogging atau yang biasa dikenal dengan Twitter ini berusaha memagari Tari Pendet ini dari pengclaiman Malaysia dengan cara menuliskan hastag atau #pendetindonesia, Pendet Dance dan Bali dalam setiap Tweets mereka, yang berhasil masuk di 10 besar tranding topic. Hal tersebut menunjukkan betapa serius nya masalah ini.
Menurut Budayawan, Radhar Panca Dahana "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.
Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.
Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
Kita patut mempertimbangkan pernyataan Budayawan Radhar di atas, kalau kita ingat kembali, berapa banyak dari generasi penerus yang mengetahui tentang budaya orang tuanya. Mengetahui saja belum tentu, apalagi sampai serius untuk mendalami pengetahuan tentang itu.
Maka sekali lagi diperlukan campur tangan pemerintah khususnya Department Kebudayaan dan Pariwisata RI untuk sekali lagi serius dalam menanganinya. Bagaimana usaha pemerintah untuk mensosialisasikan kembali budaya-budaya asli leluhur kita, dan sekaligus mendaftarkan semua kebudayaan kita ke United Nation Educational and Social Cultural Organization (Unesco). Setelah di daftarkan ke Department Hukum dan HAM maka kebudayaan kita akan mendapatkan pengakuan Hak Kekayaan atas Intelektual (HAKI).