Jumat, 21 Agustus 2009

Malaysia Berulah Lagi

Lagi Malaysia coba mengclaim kebudayaan Indonesia, setelah angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, Tari Folaya, lagu Rasa Sayange, Keris, dan sekarang mereka mengclaim Tari Pendet berasal dari negeri jiran ini.
Tak bosan-bosannya Negara tetangga ini yang mengaku satu rumpun namun sering menyakiti hati rakyat Bangsa Indonesia, coba dengan sengaja selalu memasuki perbatasan perairan Ambalat, dll.
Kembali mengenai Tari Pendet, berikut adalah asal usulnya:
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura BALI. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung yang sakral-religius.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Sebuah gerakan netter di Indonesia yang menggunakan jejaring social microblogging atau yang biasa dikenal dengan Twitter ini berusaha memagari Tari Pendet ini dari pengclaiman Malaysia dengan cara menuliskan hastag atau #pendetindonesia, Pendet Dance dan Bali dalam setiap Tweets mereka, yang berhasil masuk di 10 besar tranding topic. Hal tersebut menunjukkan betapa serius nya masalah ini.
Menurut Budayawan, Radhar Panca Dahana "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.

Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.

Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
Kita patut mempertimbangkan pernyataan Budayawan Radhar di atas, kalau kita ingat kembali, berapa banyak dari generasi penerus yang mengetahui tentang budaya orang tuanya. Mengetahui saja belum tentu, apalagi sampai serius untuk mendalami pengetahuan tentang itu.
Maka sekali lagi diperlukan campur tangan pemerintah khususnya Department Kebudayaan dan Pariwisata RI untuk sekali lagi serius dalam menanganinya. Bagaimana usaha pemerintah untuk mensosialisasikan kembali budaya-budaya asli leluhur kita, dan sekaligus mendaftarkan semua kebudayaan kita ke United Nation Educational and Social Cultural Organization (Unesco). Setelah di daftarkan ke Department Hukum dan HAM maka kebudayaan kita akan mendapatkan pengakuan Hak Kekayaan atas Intelektual (HAKI).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar