Sabtu, 17 Oktober 2009

Menapaki Jaipong ala Jatinegara


10 October 2009 – oleh Dewi Aliyah

Goyangan Jaipong memang mengasyikkan, dengan daya erotisnya dia mampu memikat malam yang dingin dan sunyi untuk terus membara di bilangan underpass Jatinegara. Bagaimana selanjutnya?

Jaipongan adalah seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Ia terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga ia dapat mengembangkan tarian atau kesenian yang kini di kenal dengan nama Jaipongan.

Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng Bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri).Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukkannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggelarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.
Selain di tempat-tempat yang telah ditulis di atas, di kawasan Timur Jakarta pun setiap hari diadakan pertunjukan tari Jaipong. Tepatnya di bawah kolong jembatan Jatinegara, tempat ini tidak pernah sepi, kecuali malam Jumat. Dari pukul 10 malam sampai dini hari para penari Jaipong dan pesinden asal Cikarang Jawa Barat ini memulai aksinya untuk menghibur para pengunjung setianya, seperti sopir angkot, sopir truk, tukang ojek, maupun penduduk sekitar.
Sejak pukul 8 malam mereka sudah memakai make up menor dan lengkap dengan segala aksesorisnya. Dengan diiringi suara gamelan Sunda bergantian dengan orkes dangdut yang keluar dari dentuman speaker, mereka menunjukkan tarian Sunda.

Dengan panggung kecil berukuran empat kali tiga meter persegi, dan setinggi paha orang dewasa inilah sang penari Jaipong melakukan aksinya untuk mengundang para penyawer. Mereka melakukan aksinya dimulai dari pukul 10 malam sampai pukul 2 dini hari, kalau hari Jumat, Sabtu, dan Minggu bisa sampai jam 4 dini hari.
Saweran diberikan kepada para pesinden yang kemudian oleh mereka disimpan di sebuah kotak berbetuk persegi panjang yang telah menunggu di samping si sinden, dan tak lupa untuk mereka catat berapa saweran yang mereka terima dalam satu catatan (buku tulis) yang juga telah mereka siapkan.
Para penyawer biasanya mulai menyawer saat tarian semakin semangat dilakukan. Saweran mulai dari 3ribu rupiah hingga 5ribu rupiah. Pendapatan para penari mulai dari 15ribu hingga 60ribu tergantung dari keramaian para pengunjung. Biasanya para penari dan pesinden panen uang pada malam Minggu dan malam Senin. Namun dalam beberapa bulan terakhir pendapatan mereka menurun drastis, hal ini disebabkan kenaikkan BBM dan sembako serta persaingan pertunjukan dengan orkes dangdut pinggir jalan lain yang memang saling bersahutan di sekitar lingkungan itu.

Namun demikian, meskipun daerah tersebut dikenal dengan lingkungan yang rawan akan kejahatan, namun belum pernah ada kerusuhan yang berarti selama pertunjukan Jaipong berlangsung. Hal ini diakui oleh pengunjung setia acara tersebut dan beberapa penduduk yang terletak sekitar 1km dari kawasan tersebut.

Ada perbedaan antara Penari Jaipong dengan Ronggeng.
Anton (Pimpinan kelompok tari Jaipong): kalau Penari Jaipong itu hanya menari di atas panggung, tujuannya hanya menghibur penonton. Sedangkan Ronggeng lebih cenderung sebagai penari plus-plus.

Aas namanya, usia 27th, asal Cikarang Jawa Barat, dia sudah menekuni dunia sebagai penari Jaipong dari tahun 2000. Dia merasakan suka duka menjadi penari Jaipong, bagaimana tidak, di saat pengunjung ramai, maka dia dan kelompoknya otomatis akan mendapatkan saweran yang banyak pula. Dari situ dia dapat menyimpan lebihnya, baik ditabung maupun untuk dikirm ke kampung. Mengingat dia mempunyai satu anak yang berusia 9 tahun. Namun di saat kondisi badan kurang bagus, atau bahkan moody pun dia tetap harus tampil dan selalu tersenyum di atas panggung demi menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya di kampung.

Dia pertama kali datang ke Jakarta itu pun karena ajakan dari temannya, satu hal yang classic, apabila pendatang di saat pulang kampung dan kembali ke Jakarta maka akan membawa temannya yang di kampung. Dan hal itupun terjadi pada Aas, dia menjadi penari Jaipong karena dia tidak mempunyai keahlian yang lain, mengingat pendidikan terakhirnya hádala Sekolah Dasar, dan demi menghidupi anak semata wayangnya, karena dia sudah bercerai, dan juga keluarganya di kampung.

Karena dia sudah memutuskan untuk menjadi penari Jaipong di pinggir jalan, maka diapun harus mengambil konsekwensi nya, yang di mana tidak sedikit dari setiap pengunjung yang tengah berjoget, yang juga tidak sedikit dari mereka menenggak minuman beralkohol, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan oleh penari pun sering terjadi, seperti coba untuk mencium dengan berpura-pura memberikan saweran, mencolek, maaf pantat penari, dll. Namun Aas dan penari yang lain pun tidak kalah lihainya dalam usaha untuk menghindari penyawer yang jahil Namun dengan tidak menyinggung perasaan si penyawer tersebut, dengan cara mendorongnya dengan teknik menari nya.

Pihak keluarga Aas di kampung pun mengetahui dengan pasti profesi nya selama di Jakarta, Namun selama saya dapat menjaga diri, itu tidak menjadi masalah buat keluarga saya, demikian tutur Aas saat kami wawancari mengenai tanggapan keluarganya yang mengetahui profesinya.

Aas mewarisi bakat Jaipong dari keluarganya, meskipun dari kecil dia sama sekali tidak berminat untuk menjadi penari.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Indonesia Bangsa Anarkis?

Masih belum reda masalah pengclaiman kebudayaan kita oleh Negara tetangga sekaligus sahabat kita, beredar kembali sebuah situs yang mencoreng lagu kebangsaan kita INDONESIA RAYA.

Dalam situs tersebut telah dilakukan penggubahan lirik yang di mana sangat rentan akan terjadinya perpecahan terhadap rasa kesatuan dalam bangsa yang besar ini.

Dan saya yakin hal tersebut bukan dilakukan oleh pemerintah Malaysia, namun lebih ke individual. Bagaimana tidak, setelah berturut-turut Malaysia mencoba mengclaim kebudayaan kita, (dan memang sampai saat ini pun masih terus diselidiki apa motivasi mereka melakukan hal teresebut) dan hal tersebut belum juga terselesaikan sampai detik ini, sudah ada sesuatu yang berusaha untuk memprovokasi kesatuan kita lagi, melalui pengubahan lirik lagu kebangsaan kita.

Apabila dalam setiap masalah yang ada yang khususnya bersifat memecah belah kita, dan setiap kali kita menghadapinya dengan emosi, bahkan penuh dengan emosi, maka saya yakin tidak akan terselesaikan masalah tersebut, bahkan yang ada adalah perpecahan di antara kita, dan saya yakin orang yang memprovokasi tersebut akan tertawa dan bangga akan perbuatannya.

Kita belum tahu dan mungkin tidak akan pernah tahu siapa pelaku di balik itu semua. Namun yang pasti apapun motivasi di baliknya bisa merupakan satu cara untuk mengacaukan politik kita. Ingat, bukan hanya bermaksud untuk menclaim kebudayaan kita, yang ada mereka berniat untuk menghancurkan politik kita, di saat seperti ini, di mana yang sudah 5 tahun ini kita merasa aman dari serangan teror (Bom Bali I, Bom Bali II, Bom JW Marriott I, Bom Keduataan Australia, dll),sampai yang masih belum hilang dari ingatan kita saat ini tentang kembalinya teror bom yang telah terjadi di JW Marriott & Ritz-Carlton pada tanggal 17 July 2009, muncul kembali hal-hal seperti ini.

Saya yakin orang-orang yang melakukan hal ini telah mengetahui psikologis masyarakat Indonesia yang sangat mudah untuk di pengaruhi untuk melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan (khususnya setelah terjadi nya reformasi 1998), mereka tahu kita negara yang sangat besar, salah satu negara kepulauan terbesar bahkan di dunia, kita mempunyai kebudayaan yang melimpah dari Sabang sampai Merauke, mempunyai 5 agama yang sangat akur dalam masyarakatnya, namun mereka tetap lah provakator, yach provakator yang berusaha memecah belah kesatuan kita melalui berbagai cara. Jangan mudah terpengaruh wahai Bangsaku yang tercinta, kita Bangsa Indonesia yang telah di kenal oleh bangsa-bangsa lain sebagai bangsa yang ramah tamah, mari kita jaga dengan baik predikat kita tersebut, jangan hanya dengan adanya satu dan berbagai masalah, kita jadi bangsa yang anarkis sehingga tidak menutup kemungkinan perpecahan di antara kita terjadi. Apakah mau kita yang berpredikat bangsa yang ramah kemudian menjadi bangsa anarkis? Bersatulah Indonesia ku, mari kita dengan kepala dingin untuk menyelesaikan setiap masalah yang ada.

Jumat, 21 Agustus 2009

Malaysia Berulah Lagi

Lagi Malaysia coba mengclaim kebudayaan Indonesia, setelah angklung, reog Ponorogo, batik, Hombo Batu, Tari Folaya, lagu Rasa Sayange, Keris, dan sekarang mereka mengclaim Tari Pendet berasal dari negeri jiran ini.
Tak bosan-bosannya Negara tetangga ini yang mengaku satu rumpun namun sering menyakiti hati rakyat Bangsa Indonesia, coba dengan sengaja selalu memasuki perbatasan perairan Ambalat, dll.
Kembali mengenai Tari Pendet, berikut adalah asal usulnya:
Tari Pendet pada awalnya merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura BALI. Tarian ini melambangkan penyambutan atas turunnya dewata ke alam dunia. Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi "ucapan selamat datang", meski tetap mengandung yang sakral-religius.
Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tarian ini diajarkan sekedar dengan mengikuti gerakan dan jarang dilakukan di banjar-banjar. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para wanita yang lebih senior yang mengerti tanggung jawab mereka dalam memberikan contoh yang baik.
Sebuah gerakan netter di Indonesia yang menggunakan jejaring social microblogging atau yang biasa dikenal dengan Twitter ini berusaha memagari Tari Pendet ini dari pengclaiman Malaysia dengan cara menuliskan hastag atau #pendetindonesia, Pendet Dance dan Bali dalam setiap Tweets mereka, yang berhasil masuk di 10 besar tranding topic. Hal tersebut menunjukkan betapa serius nya masalah ini.
Menurut Budayawan, Radhar Panca Dahana "Selama ini kebudayaan dipinggirkan, pemerintah dan masyarakat tak lagi peduli," ujarnya.

Sedangkan negara lain, seperti Malaysia, kata Radhar, membutuhkan ekstensi kebudayaan, karena kebudayaan adalah senjata terbaik untuk diplomasi internasional. Potensi bisnisnya bagus. "Malaysia tahu mereka kekurangan budaya, mereka pintar melihat kebudayaan negara tetangganya, dan mereka menghargai budaya untuk mencari keuntungan, sedangkan pemerintah kita tidak peduli. Hanya peduli pada olahraga dan program lainnya," katanya.

Untuk itu, kata Radhar, kedepannya agar Indonesia tidak kecolongan lagi, pemerintah harus perhatikan kebudayaan itu. "Kita majukan budaya kita supaya kita ada di depan, munculkan budaya kita dalam upacara-upacara, acara-acara, jangan lagu-lagu masa kini yang dinyanyikan oleh Presiden kita," tandasnya.
Kita patut mempertimbangkan pernyataan Budayawan Radhar di atas, kalau kita ingat kembali, berapa banyak dari generasi penerus yang mengetahui tentang budaya orang tuanya. Mengetahui saja belum tentu, apalagi sampai serius untuk mendalami pengetahuan tentang itu.
Maka sekali lagi diperlukan campur tangan pemerintah khususnya Department Kebudayaan dan Pariwisata RI untuk sekali lagi serius dalam menanganinya. Bagaimana usaha pemerintah untuk mensosialisasikan kembali budaya-budaya asli leluhur kita, dan sekaligus mendaftarkan semua kebudayaan kita ke United Nation Educational and Social Cultural Organization (Unesco). Setelah di daftarkan ke Department Hukum dan HAM maka kebudayaan kita akan mendapatkan pengakuan Hak Kekayaan atas Intelektual (HAKI).