Agustus 2024 - Sebagai pendaki, pasti sudah tak asing lagi dengan Gunung Rinjani. Dengan puncaknya yang mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut, Rinjani menjadi gunung tertinggi di Pulau Lombok dan merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia.
Danau Segara Anak dari Puncak Gunung Rinjani. Puncak Gunung Agung, Bali terlihat |
Paket 3 hari 2 malam, berarti jalur yang kita ambil adalah via Sembalun-Torean. Kebetulan gue berangkat dari Bali dan semua temen-temen mendaki juga dari Bali, jadi kami sepakat naik Ferry aja untuk menuju ke Lombok. Kami janji temu langsung di Pelabuhan Padang Bai, Bali jam 06.00 WITA.
Perjalanan yang kita tempuh dari Pelabuhan Padang Bai, Bali ke Pelabuhan Lembar, Lombok sekitar + 5 jam. Ferry yang kami naiki mulai jalan jam 7 pagi dan sampai di Lembar jam 12 lewat dikit. Sesampainya di Lembar kami langsung makan siang di salah satu warung dekat Pelabuhan, dan setelahnya jalan kaki sekitar 200 meter keluar area Pelabuhan untuk menuju ke mini bus yang sudah menunggu kami untuk mengantar kami ke penginapan di Sembalun. Kenapa mini bus nya ga jemput langsung di Pelabuhan? Karena kendaraan umum yang boleh masuk area pelabuhan hanya yang official kerjasama dengan pelabuhan Lembar, sedangkan bus kami semuanya diatur oleh organizer kami, mungkin harga lebih terjangkau daripada yang official.
Perjalanan dari Pelabuhan Lembar ke Sembalun itu sekitar 3 jam, namun, karena waktu cukup panjang, jadi kami mampir dulu ke tempat wisata yang merupakan rumah adat asli suku di Lombok, ya, kami mampir ke Desa Sade. Nah! Tentang Desa Sade akan gue ceritakan di blog terpisah ya.
Sekitar jam 18 lebih kami sudah hampir sampai di penginapan di area Sembalun, dan kami melewati hutan dengan jalan yang sudah diaspal dan cukup bagus, namun, karena jalannya berkelok-kelok dan nanjak, dan kemungkinan besar mini bus yang kami naiki itu udah uzur, jadi sempat ngadat dan ga kuat nanjak. Jadi kami sebagai penumpang turun untuk memberi keringanan supaya si mini bus bisa distarter lagi dan mau jalan.
Sambil nunggu mini bus, kami jalan kaki di kelilingi hutan dengan senter dari HP kami masing-masing hehe iya ceritanya udah gelap, dan karena memang di area hutan plus ga ada sinyal di semua HP kami, jadinya kami menikmati kegelapan hutan, dan kami semuanya awam dengan area tersebut. Dan Puji Tuhan, setelah jalan sekitar 50 meter, si mini bus akhirnya sudah nyala lagi dan siap kami tumpangi kembali. Akhirnya kami sampai juga di guesthouse Sembalun yang memang sudah dipesan untuk kami.
Gue lupa nama guesthouse nya, begini lah kalo traveling join open trip banyakan ga inget nama-nama penginapannya, dan gue juga ga nyatet pun hehe. Anyway, penginapan ini lokasinya ada di di Desa Sembalun, menyediakan sekitar 7 kamar, ada yang model dormitory, eit! Dorm di sini bukan yang bunkbed ya, tapi kasur yang ditaruh di lantai gitu yang bisa buat lebih dari 6 orang. Sedangkan gue dapat kamar yang bisa untuk 3 orang. Kamar mandi di masing-masing kamar, tapi jangan berharap ada air panas ya! :D
Setelah kami sampai di penginapan, langsung kami mengeluarkan dan memisahkan barang-barang yang akan dibantu bawakan oleh porter. Iyes, pendakian kali ini ga akan terbebani, karena 90% barang-barang mendaki dan kemping kita titipkan ke abang-abang porter. Jadi kami hanya membawa barang-barang pribadi aja di backpack masing-masing. Setelah itu kami tes kesehatan di puskesmas Sembalun dengan biaya hanya Rp15.000 aja per orang. Di sini kami dicek apakah layak untuk mendaki atau tidak dengan dites tensi dan lain sebagainya dengan dokter yang bertugas. Dan Puji Tuhan, semua peserta pendaki lolos tes kesehatan jadi kami semua siap mendaki besok! :)
Setelah itu kami makam malam di warung-warung yang tidak jauh dari penginapan. Di Desa Sembalun ini sudah mulai terasa hawa sejuknya, sekitar 17-19º di malam hari.
Karena teman-teman mendaki gue mayoritas adalah ibu-ibu, ehem, lebih tepatnya neli (Nenek lincah), karena udah usia 50 bahkan sampai 62 tahun tapi masih lincah semua hehe, jadi ketika gue masih berusaha tidur lelap itu udah terdengar mereka udah pada bangun, mereka di kamar sebelah gue, gue pikir udah jam 5 apa jam 6 pagi gitu, eh ga taunya masih jam 2 pagi mereka udah pada bangun dan keluar kamar :D Tapi gue berusaha untuk lelap lagi dan bangun hampir jam 6 pagi setelah teman-teman sekamar udah selesai menggunakan kamar mandi baru gue yang terakhir hehe.
Sekitar jam 7 pagi kami mulai berangkat dengan menggunakan 2 pick-up menuju ke salah satu warung prasmanan untuk sarapan. Dan setelah semuanya kenyang dengan menu yang buanyak banget, perjalanan kami lanjutkan ke Resort Sembalun. Di sini kami melakukan registrasi ulang. Oh iya, untuk registrasi awal harus via aplikasi e-Rinjani, namun sayangnya baru bisa diakses di Android, sedangkan iOS belum bisa. Dan karena sudah diorganisir oleh Raja Rimba (Organizer open trip kami), jadi gue ga repot pinjam HP Android temen untuk registrasi hehe
Dan sesampainya di Resort Sembalun, kami semua menunggu nama kami dipanggil satu-satu untuk registrasi ulang. Dan, setelah semuanya selesai melakukan registrasi ulang, maka kami kembali ke pick-up kami masing-masing untuk melanjutkan perjalanan menuju ke start point pendakian. Namun, seperti ritual umum temen-temen pendaki yang dari Bali, mereka sembahyang terlebih dahulu di satu titik dekat dengan area start point pendakian.
Menuju ke Pos 1 & 2: Pendakian kami mulai tepat jam 9 pagi via Sembalun. Jalur ini terkenal dengan padang savana nya, jadi mirip-mirip bukit teletubbies gitu yang ga ada pepohonan rindang tapi ga mengurangi keeksotisannya. Kalo matahari lagi terik berasa banget panasnya. Dalam perjalanan kami menuju ke pos 1, ternyata kami melewati pangkalan ojek. Dan jika pendaki mau ngojek sampai pos 2 itu sangat memungkinkan dengan membayar Rp200,000 per sekali jalan per orang. Tadinya gue tergoda untuk ngojek demi menghemat waktu, tapi setelah gue pikir-pikir kalo gue ngojek bakal kehilangan banyak momen seperti melihat secara langsung betapa kuatnya abang-abang porter mengakut barang-barang pendaki di kedua bahunya dengan beban minimal 20 kg dengan mengenakan sendal jepit aja sampai ke Pelawangan (Area kemping) yang ditempuh sekitar + 4 jam. Hal yang selama ini cuma gue lihat via media sosial, dan sekarang gue lihat langsung dengan mata kepala sendiri. Dan, ya akhirnya gue putuskan untuk tidak tergoda dan sampai juga di pos 1 dengan jarak tempuh 47 menit. Gue hanya istirahat kurang dari 5 menit untuk melanjutkan perjalanan ke pos 2 dengan jarak tempuh 48 menit. Dan sebelum mencapai pos 2 itu ada jembatan, dan di bawah jembatan ada sumber mata air yang bisa diambil untuk keperluan memasak atau dikonsumsi langsung. Di pos 2 ini rame banget, selain pendaki yang istirahat juga ada beberapa warung ternyata.
Pelawangan (Area kemping) Gunung Rinjani |
Menuju ke Pos 3: Dan lagi-lagi, gue ga mau lama-lama istirahat, karena ga enak ini kaki kalo kelamaan diem, jadi meskipun temen-temen yang lain belum pada kelihatan, gue memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke pos 3. Gue tiba di pos 3 itu jam 10.56, jadi kalo gue hitung-hitung dari pos 2 ke pos 3 sekitar 26 menit, iya ga sampe sejam, sedekat itu ternyata hehe. Tapiiii ternyata itu baru pos bayangan yang lagi-lagi ada satu warung di sana. Dan pos 3 yang sesungguhnya itu masih sekitar 25 menitan lagi, jadi kalo dihitung-hitung dari pos 2 ke pos 3 itu gue tempuh 53 menit. Sampai di pos 3 ini jam 11.49. Di sini juga masih ada warung kok, jadi buat yang kehabisan minum atau pengen ngemil bisa banget jajan di sini.
Menuju ke Pos 4: Karena di awal udah diinfo kalo makan siang itu di pos 4, jadi gue putuskan untuk melanjutkan perjalanan ke sana sambil nunggu temen-temen pendaki yang lainnya. Dan pas gue sampai di pos 4 atau yang dikenal dengan Cemara Siu ini pas banget sejam, pas banget jam 12.49 gue sampainya. Dan di sini juga rame banget, karena pendaki yang istirahat dan juga terdapat warung-warung juga. Di sini hampir 2 jam istirahat, karena selain makan siang bareng-bareng juga nunggu temen-temen pendaki lainnya yang emang masih jauh di belakang hehe
Menuju ke Pos 5/Pelawangan (Area kemping): Setelah makan siang dan hampir 2 jam gue istirahat akhirnya jam 13.58 gue melanjutkan perjalanan bersama Ibu Evi. Iya, di antara pendaki yang gue kenal di grup ini hanya Bu Evi yang bisa se-pace. Di jalur setelah pos 4 ini yang kami lewati adalah Bukit Penyesalan, gue ga tau pastinya kenapa dinamakan demikian, tapi sempet gue wawancara salah satu abang porter kurang lebih begini:
Gue: "Jadi, apakah Bukit Penyesalan ini juga membuat menyesal para porter?"
Abang Porter: "Tergantung, kalo porter legend jalur ini udah biasa buat mereka, tapi kalo porter yang baru ya lumayan menyesal."
Gue: "Abang sendiri udah berapa lama jadi porter?"
Abang Porter: "Saya baru Mbak jadi porter"
Gue: "Oh, ok, Bang, semangat ya dan sampai ketemu di puncak, dan makasih, Bang!"
Abang Porter: "Ok, sama-sama."
Jadi Bukit Penyesalan ini jalurnya lebih nanjak dibanding dengan jalur dari awal pendakian sampai pos 4 tadi, makanya dinamakan Bukit Penyesalan, setelah berhasil melewati jalur ini, maka akan ketemu dengan jalur Lendang Panas. Di sini kalau beruntung bisa melihat lautan awan yang sangat cantik. Dan setelah sekitar sejam melewati Lendang Panas, maka sampailah di Pelawangan atau area kemping. Dan gue sampai di Pelawangan ini jam 15.22, itu artinya gue mendaki dari pos 4 ke pos 5 Pelawangan ini sejam 22 menit. Itu baru Pelawangan 1, sedangkan tenda yang sudah disiapkan oleh tim Raja Rimba adalah di Pelawangan 3, yang artinya gue masih harus melanjutkan perjalanan lagi ke atas sekitar 10 menit lagi. Namun pemandangan di sini semakin luar biasa, kalau tadi sudah disuguhi dengan lautan awan, di Pelawangan ini ditambah dengan Danau Segara Anak yang membentang dengan airnya yang terlihat sangat segar. Itu di sisi kanan, sedangkan di sisi kiri terlihat beberapa gunung yang setelah gue tanya ke Abang Tony (Salah satu porter yang menyambut kehadiran gue di Pelawangan, karena baru gue yang sampai sedangkan yang lain masih jauh di belakang hehe) itu adalah gunung-gunung 7 summit di Lombok. Dan juga terlihat tipis sekali siluet Gunung Tambora. Dan tentunya Puncak Anjani yang telihat semakin dekat!
Pelawangan (Area kemping): Di sini sudah disiapkan 4 tenda, yang gue tinggali itu diisi 4 orang. Setelah semuanya sampai dan beristirahat, maka kami menikmati makan malam yang sudah disiapkan oleh para porter yang handal itu. Yes, selain mereka membawakan barang-barang kami, mereka mendirikan tenda untuk kami, juga menyiapkan makanan untuk kami. Wah! Keenakan banget kalo setiap kemping begini hehe
Setelah istirahat dicukup-cukupkan, gue kebangun jam 12.15, lebih tepatnya emang ga bisa tidur nyenyak, namanya juga kemping yang tidurnya ga pake kasur dan selimut senyaman di kamar sendiri hehe. Dan sebangunnya gue, ternyata buibu yang setenda ama gue ikutan bangun, padahal rencana kami bangun jam 12.30 untuk persiapan summit, tapi ya sudahlah, akhirnya kami mempersiapkan diri untuk summit dan diberi sarapan, lebih tepatnya supper ya hehe
Setelah briefing sejenak, akhirnya kami mulai summit jam 1.41 dini hari, karena infonya untuk sampai puncak bisa sampai 8 jam. Waduh! Gue pikir pasti medannya gila-gilaan ini kalo emang bakal sampe 8 jam di atas. Tapi apapun yang terjadi, gue harus sampai puncak!
Letter E: Seperti biasa, berangkat bareng-bareng tapi giliran di jalan pisah karena pace kami beda-beda. Sebenernya gue udah cari-cari info di awal jalur menuju ke puncak itu apa aja dan bakal seperti apa, yang gue penasaran adalah jalur Letter E itu bakal seberat apa sih kok kayaknya seru banget kalo di luaran sana ceritanya. Dan karena gue belum pernah mendaki ke Rinjani, ga ada temen buat ngobrol, karena semuanya masih jauh di belakang. Sempat barengan sama Bu Evi, tapi dianya sepertinya fit banget makanya gue yang ketinggalan. Sedangkan gue udah ngerasa ngantuk banget sampai mata berair, hidung meler, dan melewati jalur berpasir dan super nanjak dengan kemiringan 45º. Gue awal mikir, ah pasti bentar lagi udah beres jalur berpasir nanjak ini, tapi kok ga kelar-kelar dan rasanya tenaga mulai habis karena ngantuk parah, ditambah sekali nanjak tapi melorot 2 langkah, aduh! Gue sempet mikir, apa gue sanggup melewati jalur ini dengan kondisi gue seperti sekarang (Ngantuk parah, hidung meler, dantenaga terkuras habis plus ga da temen ngobrol). Akhirnya gue banyak berhenti di jalur tersebut untuk me-restore tenaga. Dan ketika gue berhenti kesekian kalinya akhirnya gue beranikan diri nanya ke abang yang gue anggep dia adalah guide karena bahasanya ngasih tahu ke bule yang ada di depannya,
Gue: "Bang, yang namanya Letter E itu mana sih, Bang?"
Abang Guide: "Ya ini Mbak, kita lagi di Letter E!."
Gue: "Oalaaaah! Ini to Letter E yang digadang-gadang itu yang ternyata bikin lebih nyesel daripada Bukit Penyesalan."
Jujur di jalur ini gue bener-bener hampir nyerah karena alasan yang udah gue tulis di atas tadi, tapi pas gue lihat ada cerukan batu gue ngomong dalam hati "Tuhan, sampe di cerukan batu itu gue akan istirahat yang terakhir kalinya sebelum sampai di puncak meskipun seandainya puncak itu juga masih jauh." Dan sesampainya di cerukan itu gue beneran isirahat sementara untuk atur nafas dan memejamkan mata sejenak biar air matanya keluar dan biar ga perih gitu maksudnya. Dan setelah gue rasa cukup istirahat sambil menikmati matahari terbit. Setelah berhasil melewati cerukan batu itu ternyata gue lihat udah banyak orang-orang pada duduk santai, tadinya gue pikir "Mereka istirahat, tapi terlalu banyak kalo istirahat di satu tempat, apa jangan-jangan itu udah puncak?."
Letter E dengan kemiringan 45º, Gunung Rinjani |
Puncak Anjani: Dan ya, memang itu adalah Puncak Anjani. Jadi ada dua puncak yang awalanya itu adalah satu area, tapi karena gempa yang terjadi bertubi-tubi di tahun 2018 menjadikannya terbelah. Jadi, setelah gue menginjakkan kaki di puncak yang terdekat dari batu cerukan tempat gue istirahat tadi, akhirnya gue jalan sekitar semenit untuk menuju puncak yang jauh lebih rame karena pendaki yang sudah sampai duluan di puncak dan beristirahat serta menikmati puncak tertinggi di Pulau Lombok tersebut. Jadi target gue untuk sampai Puncak Anjani ini adalah jam 6 pagi, tapi ternyata telat 28 menit. So, total gue summit adalah 4 jam 48 menit. Sedangkan teman-teman yang lain ada yang jam 8 lewat baru sampai di puncak hehe
Puncak Anjani, Gunung Rinjani |
Kembali ke Pelawangan: Nah! Setelah puas foto-foto di atas, gue memutuskan untuk kembali ke area kemping untuk tidur, ya, gue bener-bener pengen banget lanjut tidur! Sekalian nunggu temen-temen balik ke area kemping pasti lama dan lumayan untuk bisa memejamkan mata di tenda.
Perjalanan ke Danau Segara Anak dan Via Torean bisa disimak di blog berikutnya ya.
Jalur-Jalur menuju ke Puncak Anjani:
1. Pelawangan-Area kemping.
2. Punggungan-jalur landai.
3. Ketemu pohon jomlo (Pohonnya cuma sendiri gitu dan kering, jadi dinamain pohon jomlo). Ini jalur udah mulai nanjak.
4. Batu merah
5. Letter E-Jalur berpasir dengan kemiringan 45º yang siap menguras tenaga dan menguji mental!
Dan berikut detail & biaya menuju ke Gunung Rinjani:
1. Tiket Pesawat: Harga tiket pesawat ke Lombok bervariasi, bisa cek online untuk pilihan terbaik.
2. Transportasi dari Bali: Bisa terbang atau kalo mau lebih hemat bisa naik Ferry, klik pesan online Ferizy di sini, dari Pelabuhan Padang Bai ke Pelabuhan Lembar. Biaya kalo pake mobil Rp1.184.100, kalo pake motor Rp169,400, dan kalo jalan kaki Rp65,300.
3. Paket Pendakian: Selebihnya pake tur atau open trip atau privat trip. Biaya mulai dari Rp3,500,000 per orang. Itu sudah termasuk tenda, toilet tenda, porter, makanan selama mendaki dan kemping, penginapan di Sembalun dan di Torean, jemput dan antar dari dan ke pelabuhan atau bandara. Biasanya udah termasuk biaya masuk ke area Gunung Rinjani (Pake aplikasi e-Rinjani yang bisa diakses di Android aja, iOS masih belum bisa. Karena kuota dibatasi + 500 pendaki setiap harinya), sleeping bag, dan matrass, tapi ada juga yang ga termasuk 3 itu. Jadi pastiin ke penyedia jasa tur. Open trip yang gue pake jasanya adalah Raja Rimba. Bisa mampir ke IG nya Raja Rimba kalo mau tanya-tanya langsung. Ada pilihan juga bisa ke akun IG Bang Mul di its_mull
4. Tes Kesehatan: Biaya Rp15.000 per orang.
5. Perlengkapan: Disarankan memakai gaiter jika mengenakan sepatu yang tidak menutup mata kaki untuk menghindari masuknya pasir.
Untuk yang suka versi video, bisa mampir ke Youtube gue ya, berikut link nya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar